Sejarah Pabrik Tebu Majalengka Sejak Jaman Kolonial

    Sejarah Pabrik Tebu Majalengka Sejak Jaman Kolonial
    Bangunan Pabrik Gula dan Lori Kadipaten

    MAJALENGKA - Bagi Pemiarsa yang lahir sampai generasi 90-an awal tentu pernah merasakan keberadaan pabrik-pabrik tua peninggalan kolonial di Majalengka. Ternyata pabrik gula era jaman penjajahan tidak hanya Jatiwangi dan Kadipaten, masih ada satu lagi pabrik gula yang luput. Akan tetapi untuk mengingat kembali romantisme pabrik gula di Majalengka, akan kita bahas satu persatu.

    Pabrik Gula Jatiwangi

    Pabrik Gula Djatiwangi dari Udara (sumber: media-kitlv.nl)

    Pabrik gula Jatiwangi atau suikerfabriek Djatiwangi berada di wilayah Jatiwangi sekarang, dan pada saat ini menyisakan sisa-sisa pabrik dan cerobong asap, sisa lahannya menjadi kawasan komersil. Pabrik Gula Jatiwangi didirikan pada tahun 1848 oleh R.Twiss. Pabrik gula Jatiwangi tidak hanya dibangun pabriknya saja akan tetapi dibangun pula kompleks pemukiman bagi para administrator dan teknisi pabrik gula yang mayoritas merupakan non pribumi atau warga Belanda pada saat itu.

    Bangunan Pabrik Gula Djatiwangi (sumber: media-kitlv.nl)

    Tak hanya menyediakan rumah administrator akan tetapi juga gedung hiburan bagai para pegawai dan kepala pabrik gula. Gedung hiburan ini bahkan dilengkapi fasilitas lapangan tenis. Untuk mengangkut tebu dari perkebunan tebu yang tersebar di sekitar jatiwangi, pabrik gula menggunakan kereta lori, jaringan kereta lori tebu pabrik gula Jatiwangi ini mencakup hingga Ligung di utara dan Balinda di barat. Pada saat ditutupnya pabrik gula ini, nama, lokomotif lokomotif lori tebu pabrik gula jatiwangi diberi nama hewan dengan nama besar, seperti Banteng dan Badak. Pabrik gula Jatiwangi ditutup pada awal tahun 2000-an. Lahan pabrik ini sempat terlantar dan menjadi kawasan yang dianggap angker hingga sebagian lahannya diratakan untuk pembangunan kawasan komersil sedangkan sebagian lahan pabrik masih tetap digunakan sebagai pabrik kamvas rem.

    Kondisi Rumah Administratur Pabrik Gula Djatiwangi. (sumber: media-kitlv.nl)

    Pabrik Gula Kadipaten

    Pabrik Gula Kadhipaten dari udara. (sumber: media-kitlv.nl)

    Pabrik Gula Kadipaten atau Suikerfabriek Kadhipaten didirikan pada tahun 1876 dan kemudian diperbesar pada tahun 1911. Pabrik Gula Kadipaten menjadi magnet berkembangnya kawasan Kadipaten sekarang. Sebelumnya ‘peran utama’ dikawasan ini berada di Karangsambung, terutama di penyebrangan Karangsambung (sekarang berada di Desa Karanganyar, pertemuan sungai Cimanuk dan Cilutung). Penyebrangan ini tidak hanya menghubungkan Jalan Raya Deandels lama (Rute Karangsambung-Ujungjaya-Conggeang-Sumedang) tetapi juga merupakan pelabuhan sungai Cimanuk untuk mengangkut hasil perkebunan kopi menuju Indramayu sebelum dikirim ke Batavia.

    Bangunan Pabrik Gula Kadhipaten yang didirikan tahun 1911. (sumber: media-kitlv.nl)

    Pabrik Gula Kadipaten sama halnya dengan pabrik gula Jatiwangi memiliki pemukiman bagai pegawai belanda mereka atau yang biasa warga pribumi bilang pada saat itu dengan sebutan ‘Loji’. Untuk mengangkut tebu pabrik gula Kadipaten menggunakan kereta lori setelah menggantikan pedati dari perkebunan tebu. Jalur kereta lori kadipaten mencakup, Sukawera di Utara, Panyingkiran di Selatan, Balida di Timur dan Ujungjaya di Barat. Untuk menuju kawasan utara, bahkan sampai dibangun jembatan lori diatas sungai Cimanuk di kawasan Pakubeureum dan masih berdiri hingga saat ini. Untuk mengangkut hasil pabrik gula dipergunakan pelabuhan Karangsambung dengan diangkut kapal melalui sungai Cimanuk, namun setelah dibangunnya jalur kereta api Cirebon-Kadipaten milik perusahaan swasta SCS, pengangkutan hasil pabrik beralih menggunakan kereta api menuju pelabuhan Cirebon, akses pengangkutan dengan kereta api dipermudah dengan adanya jalur cabang kereta api dari Stasiun KA Kadipaten masuk kedalam kompleks Pabrik Gula. Nasib pabrik gula Kadipaten sama dengan Pabrik Gula Jatiwangi, karena dianggap tidak menguntungkan pada awal tahun 2000-an Pabrik Gula yang sudah membesarkan nama ‘Kadipaten’ harus ditutup.

    Kondisi ruangan gedung administratur Pabril Gula Kadhipaten. (sumber: media-kitlv.nl)

    Pabrik Gula Parungjaya

    Pabrik Gula Parungdjaja. (sumber: media-kitlv.nl)

    Pabrik Gula Parungjaya atau Suikerfabriek Paroengdjaja adalah pabrik gula yang keberadaanya jarang diketahui. Pabrik Gula Parungjaya lokasinya berada di Desa Parungjaya Leuwimunding. Pabrik gula ini didirkan pada tahun 1848 bersamaan dengan dibangunnya Pabrik Gula Jatiwangi hal ini dikarenakan dibangun oleh pengusaha yang sama R. Twiss. Mengapa pabrik gula ini tidak banyak diketahui karena pabrik gula ini lebih dulu bangkrut di karenakan resesi ekonomi dunia pada tahun 1930-an. Jauh sebelum Indonesia merdeka. Namun begitu pabrik gula ini sempat berkembang dan membangun jaringan pengangkutan tebu hingga wilayah panjalin di utara pabrik. Selain itu digunakannya fasilitas lori untuk mengangkut hasil pabrik gula ke Stasiun KA Prapatan di jalur kereta Cirebon - Kadipaten milik SCS. Tidak ada bentuk bangunan yang tersisa dari pabrik gula ini, hanya ada sisa sisa fondasi bangunan yang dibeberapa titik di Desa Parungjaya.

    Rumah Administratur Pabrik Gula Parungdjaja. (sumber: media-kitlv.nl)

    Pabrik Gula di kawasan Majalengka sebenernya tidak hanya tiga, pada saat Distrik Palimanan masih masuk wilayah Majalengka didirkan pula Pabrik Gula Gempol oleh J.W Muller, namun kemudian hari Distrik Palimanan dimasukan kedalam Kabupaten Cirebon. Pabrik gula yang dibangun lagi di wilayah Majalengka adalah Pabrik Gula Jatitujuh akan tetapi Pabrik Gula Jatitujuh bukanlah peninggalan kolonial karena dibuat pada tahun 1980-an pada era pemerintahan presiden Soeharto.

    Reruntuhan Pabrik Gula Djatiwangi. (dokumentasi penulis)

    Pabrik gula era kolonial di beberapa wilayah Majalengka pada eranya menjadi sebuah cerita tersendiri, mungkin ada baraya yang merasakan pesta/upacara memulai musim pengilingan tebu, kenakalan dengan mencuri tebu di kebun atau di kereta lori atau sekedar menikmati kereta lori yang melintas di kawasan pemukiman sambil sesekali menaiki kereta tebu tersebut yang memang berjalan cukup lambat. Banyak yang menyangka jalur kereta lori tebu Pabrik Gula Kadipaten dan Jatiwangi bersambungan, akan tetapi sebenarnya tidak. Hal ini dikarenakan ukuran rel dan roda kereta tebu yang berbeda, Pabrik Gula Jatiwangi menggunakan ukuran rel kereta tebu 600 cm ukuran normal kereta sejenis Trem. Sedangkan Pabrik Gula Kadipaten memiliki ukuran rel kereta lori yang dianggap nyeleneh  yaitu 670 cm karena tidak ada yang menyamainya. Pabrik Gula era kolonial kini tinggal menyisakan puing-puing, namun dibalik puing puing tesebut terdapat ceritanya akan terus hidup untuk diceritakan untuk generasi mendatang.

    Dikutip dari https://infomajalengka.wordpress.com/AW

    Jawa Barat Majalengka
    Asep Wahidin

    Asep Wahidin

    Artikel Sebelumnya

    Darmawanita Perhutani KPH Ciamis, Munggahan...

    Artikel Berikutnya

    Terkait Proyek Jalan Tol Semarang-Batang,...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Bersama Anggotanya, Kapolsek Bogor Utara Lakukan Kunjungan ke Rumah Anak Obesitas
    Polsek Bogor Barat Giatkan Patroli Guna Cegah Aksi Kriminal
    Anggota Lantas Polsek Bogor Barat Lakukan Pengaturan Lalu Lintas di Jam Sibuk
    Respon Laporan Warga, Kapolresta Bogor Kota Melaksanakan Pengecekan Underpas Jl. Sholeh Iskandar
    Bupatikan Asep Japar, Ade Boni: Sakaruhun Siap Dukung dan Menangkan Asep Japar

    Ikuti Kami