JAKARTA -
Front Persatuan Islam (FPI), organisasi yang sudah ditetapkan terlarang oleh pemerintah, resmi berganti menjadi nama Front Persaudaraan Islam. Adapun, deklarasi pergantian nama itu dilakukan pada Jumat 8 Januari 2021 kemarin.
Berdasarkan dokumen deklarasi, pihaknya kembali melakukan pergantian nama menjadi Front Persaudaraan Islam karena ternyata nama Front Persatuan Islam pernah digunakan sebelum kemerdekaan Indonesia.
"Setelah berkonsultasi kepada para guru kami, terkait nama tersebut beliau-beliau juga menyarankan untuk menghormati saudara tua kami yang sudah terlebih dahulu menggunakan nama Persatuan Islam maka dengan ini kami mewakili deklarator terdahulu menyatakan mengganti nama menjadi Front Persaudaraan Islam, " tulisnya dalam dokumen deklarasi seperti dikutip di Jakarta, Sabtu (9/1/2021).
Lanjut dokumen tersebut, dituliskan bahwa para pengurus, anggota, hingga simpatisan Front Pembela Islam dipersilakan untuk bergabung dengan FPI baru.
"Kami imbau untuk tidak ketakutan dalam menjalankan dan melaksanakan hak kebebasan berserikat dan berkumpul. Silakan dengan tenang bergabung dengan Front Persaudaraan Islam karena hal ini adalah hak konstitusional warga negara, " tulis dokumen tersebut.
Dokumen deklarasi Front Persaudaraan Islam ini ditandatangani oleh KH Ahmad Sobri Lubis, KH Awit Mashuri, KH Tb Abdurrahman Anwar, KH Qurtubi Jaelani, KH Maksum Hasan, HB Muchsin Alatas, Teungku Muslim Attahiri, dan HB Umar Abdul Aziz Assegaf.
Kemudian HB Umar Assegaf, HB Bagir Bin Syech Abubakar, HB Hasan Assegaf, HB Faisal Alhabsy, KH Muhammad Arif Nur HB Alwi Baroqbah, serta Munarman.
Sebelumnya, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menyatakan tetap akan membubarkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh FPI baru apapun namanya jika tidak terdaftar.
Baca juga:
Tony Rosyid: HRS Diborgol, Lalu?
|
"Semua ada aturan-aturan sebenarnya, apabila jenis apa FPI baru dan sebaiknya itu kalau dia ingin menjadi suatu ormas seharusnya mengikuti aturan-aturan yang berlaku, " tegas Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Polisi Rusdi Hartono.
Rusdi melanjutkan, merujuk aturan UU Ormas terbaru (UU Nomor 16 Tahun 2017), jika deklarasi FPI ingin sah secara hukum dan diakui eksistensinya oleh negara sebagai ormas yang terdaftar di Kemendagri. Sementara, sejumlah pihak mendeklarasikan berdirinya FPI baru di sejumlah daerah setelah FPI dibubarkan pemerintah.
"Apabila dari FPI model baru apa pun itu namanya ternyata tidak mendaftarkan atau tidak mengikuti aturan-aturan yang berlaku, artinya ada kewenangan dari pemerintah untuk bisa melarang dan bisa membubarkan karena tidak mendaftarkan keorganisasianya dengan undang-undang yang berlaku, " tutur Rusdi.
Sementara itu, pakar hukum Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji menilai ormas FPI jelas tak sesuai dengan konstitusi. Ia menilai keputusan pemerintah melarang semua kegiatan, penggunaan logo, dan atribut ormas FPI tidak perlu menjadi polemik. Menurut dia, kebijakan tersebut sudah sesuai hukum.
"Tidak perlu menjadi polemik tentang pelarangan kegiatan FPI. Ini persoalan hukum tata negara, hukum administrasi negara dengan dampak hukum pidana apabila dilakukan pelanggarannya. Keputusan pemerintah melalui SKB memiliki legalitas yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, " ujar Indriyanto.
Dia menjelaskan, hasil pemeriksaan Kementerian Dalam Negeri menyebutkan, anggaran dasar FPI bertentangan dengan Undang-Undang Ormas sebagaimana telah ditegaskan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas. Kemendagri sampai sekarang juga tidak menerbitkan surat keterangan terdaftar bagi FPI.
Sementara Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, lanjut Indriyanto, memiliki kewenangan mengevaluasi status hukum ormas sebagai badan hukum. FPI, kata Indriyanto, tidak pernah terdaftar status badan hukumnya.
"Dari sisi hukum, identitas FPI ini layak dianggap sebagai OTB (organisasi tanpa bentuk), " ucap Indriyanto.(***)
Dikutif Dari : warta ekonomi.co.id