Baruto Kuala, - Ombudsman Republik Indonesia merespons berbagai keluhan masyarakat petani jeruk di Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan yang mengalami kerugian pascabencana banjir di wilayah Kalimantan Selatan pada awal tahun 2021.
Bencana tersebut menyebabkan rusaknya lahan budi daya tanaman jeruk di Kabupaten Kuala sekitar 10.000 hektar. Tak hanya itu, beberapa permasalahan lainnya pun disampaikan oleh para petani seperti kesulitan mendapatkan pupuk, kapur dan obat untuk budi daya tanaman jeruk, terbatasnya pintu penyaluran dan pemasaran jeruk, hingga rendahnya harga jual jeruk dari para petani.
Mendengar hal tersebut Yeka mendorong agar Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dan Kabupaten Barito Kuala untuk meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat tani melalui percepatan penyaluran bantuan bibit tanaman jeruk kepada para petani yang mengalami kerugian pascabanjir.
“Saya mengapresiasi Gubernur Kalsel yang telah menyiapkan anggaran untuk mengganti tanaman jeruk yang rusak akibat bencana banjir. Penyaluran bantuan tersebut perlu dipastikan tepat sasaran, tepat waktu dan tepat guna, ” ujar Yeka, Kamis (28/10/2021).
Yeka juga berpendapat perlunya koordinasi antara Pemerintah Kabupaten maupun Pemerintah Provinsi Kalsel dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk segera memberikan bantuan bibit tanaman jeruk untuk mendukung budi daya tanaman jeruk.
“Tanaman jeruk ini rusak karena bencana banjir, jadi ada kewenangan di BNPB atau BPBD untuk mengalokasikan anggaran penanggulangan bencana untuk mengganti tanaman jeruk yang terdampak banjir. Bantuan dari gubernur diperkirakan baru bisa menjangkau 1.600 Ha, baru 16 persen dari areal yang rusak. Selain itu peristiwa banjir ini perlu diantisipasi kedepannya agar dapat dimitigasi upaya pencegahannya. Alam telah memberi tanda kepada kita dengan banjir ini, mari berikhtiar bagaimana mencegahnya. Jangan sampai sentra produksi jeruk terbesar di Kalsel ini menjadi berkurang, ” ungkap Yeka.
Ombudsman mencatat potensi kerugian masyarakat yang hilang akibat banjir mencapai 500 miliar rupiah per tahun. Yeka menegaskan hal ini merupakan persoalan serius yang perlu penanganan secepatnya dan minimalnya perlu 4 (empat) tahun untuk merehabilitasinya. Diprediksi selama waktu penanganan tersebut, potensi hilangnya pendapatan masyarakat mencapai 2 triliun rupiah.
Pemerintah Kabupaten Barito Kuala khususnya Dinas Pertanian diminta terus bersinergi dengan Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Pusat dalam melakukan pembinaan dan pendampingan terhadap kelembagaan kelompok petani jeruk.
Yeka juga memberikan arahan kepada para petani agar dapat bekerja sama dalam Kelompok Tani maupun Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) untuk mengoptimalisasi proses budi daya tanaman jeruk hingga tata niaga jeruk.
“Saya lihat komoditas jeruk siam disini memiliki potensi yang bagus. Meskipun masih ada perbedaan hasil jeruknya seperti rasa, warna, ukuran tekstur, ” kata Yeka.
Oleh karenanya, Yeka memberikan masukan kepada Dinas Pertanian Kabupaten Barito Kuala untuk melakukan uji coba lahan sekitar 5-10 hektar guna budi daya jeruk sebagai lahan percontohan. Selain itu dapat juga dikembangkan industri budi daya tanaman jeruk menjadi aneka makanan dan minuman.
“Diharapkan melalui saran dan masukan tersebut dapat mendorong perekonomian dan kesejahteraan para petani jeruk di Kabupaten Barito, ” ujar Yeka.
Menanggapi hal tersebut Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Barito Kuala, Muniarti siap untuk menindaklanjuti masukan dari Ombudsman dengan memberikan bantuan bibit tanaman jeruk kepada petani di wilayah Barito Kuala seluas 1.600 hektar.
Terkait dengan rendahnya harga jual jeruk yang dialami petani, Muniarti menjelaskan hal tersebut dikarenakan sistem penjualan petani jeruk dilakukan secara sendiri atau tidak melalui Kelompok Tani. (***)