JAKARTA - Guru Besar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Ir Iswandi Imran menegaskan perlunya peta kerentanan risiko bangunan dan perancangan bangunan yang konsisten dengan standar nasional Indonesia (SNI).
"Perlu disusun peta kerentanan risiko bangunan khususnya bangunan di wilayah Sulawesi Barat, ini mungkin menjadi hal yang penting untuk dilakukan untuk mengantisipasi
hazardyang mungkin lebih besar ke depannya, " kata Iswandi dalam diskusi virtual, dipantau dari Jakarta pada Kamis.
Dalam yang diskusi digelar Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tentang gempa Sulbar itu, Iswandi mengatakan bahwa adanya peta risiko itu akan mempermudah dalam mempertimbangkan mitigasi yang harus dilakukan.
Selain itu dia menyoroti juga perlunya dalam perancangan bangunan baru di wilayah terdampak gempa untuk konsisten mengacu pada SNI gempa dan
terbaru.
"Dan waktu dibangun pun juga konstruksinya dibangun secara konsisten mengikuti gambar rencana yang ada, " tambahnya.
Menurut guru besar bidang material dan struktur itu, permasalahan dalam bangunan tahan gempa adalah tidak konsistennya rancangan dan pembangunan.
Karena itu diperlukan pengawasan baik dalam tahapan desain atau pembangunan untuk memastikan semuanya telah SNI.
Dia juga menyoroti adanya potensi kerentanan pada bangunan yang masih berdiri saat ini, khususnya yang didesain dengan SNI 2002 atau sebelumnya, karena memiliki kapasitas yang jauh lebih rendah dibandingkan standar SNI 2012/2029.
Seismic detailing
yang terpasang kemungkinan besar tidak memadai untuk zona gempa tinggi, khususnya diperuntukkan mengantisipasi kejadian tidak terduga.
"Yang perlu digarisbawahi daerah Sulbar ini kalau berdasarkan ketentuan 2012 atau 2019 masuk dalam kategori zona gempa tinggi, sehingga dalam pembangunan infrastruktur bangunan gedung kita harus konsisten, " tegasnya.(***)