JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia telah menyelesaikan investigasi atas prakarsa sendiri mengenai Perbaikan dalam Tata Kelola Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Ombudsman mencatat setidaknya 12 temuan pada proses perencanaan, penetapan, pengadaan, perawatan penyimpanan, penyaluran, pelepasan dan pembiayaan CBP.
Hasil investigasi atau Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) disampaikan secara langsung oleh Wakil Ketua Ombudsman RI, Bobby Hamzar Rafinus dan Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang diwakili Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Musdhalifah Machmud, Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, Menteri Pertanian yang diwakili Plt. Kepala Badan Ketahanan Pangan, Sarwo Edhy dan Dirut Perum Bulog, Budi Waseso, pada Senin (18/10/2021) di Kantor Ombudsman RI, Kuningan Jakarta Selatan.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menjabarkan, pada tahap perencanaan danpenetapan CBP, Ombudsman mencatat dua temuan yaitu tidak adanya perencanaan pangan nasional terkait tata kelola CBP dan tidak adanya penetapan besaran jumlah CBP.
“Sedangkan pada tahap pengadaan CBP, Ombudsman mencatat tiga temuan yaitu tidak memadainya teknologi pendukung pasca panen, tidak optimalnya pengadaan beras dalam negeri, dan tidak adanya standar terkait indikator dalam pengambilan keputusan importasi beras, ” terangnya.
Yeka melanjutkan, pada ruang lingkup perawatan dan penyimpanan cadangan beras pemerintah, Ombudsman mencatat dua temuan yaitu tidak cermatnya pencatatan perawatan (spraying dan fumigasi) CBP, serta tidak teraturnya penyimpanan CBP di gudang Perum Bulog.
Kemudian pada tahap penyaluran dan pelepasan CBP, Ombudsman menemukan empat temuan yaitu tidak efektifnya implementasi kebijakan harga eceran terendah (HET), tidak adanya captive market dalam penyaluran CBP, tidak ditindaklanjutinya permohonan pelepasan CBP dan tidak efektifnya penyelesaian penggantian disposal stock.
“Terakhir, pada ruang lingkup pembiayaan CBP, Ombudsman mencatat permasalahan kebijakan pembiayaan cadangan beras pemerintah tidak mendukung tata kelola cadangan beras pemerintah, ” imbuh Yeka.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, maka Ombudsman RI menyusun langkah perbaikan untuk masing-masing pihak.
“Kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Ombudsman meminta untuk dilaksanakan optimalisasi fungsi monitoring dan evaluasi dalam penetapan besaran jumlah CBP serta menyusun standar terkait indikator pengambilan keputusan impor beras dalam bentuk Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, yang kemudian digunakan sebagai acuan penetapan impor beras atau Cadangan Beras Pemerintah, dengan merujuk pada UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, ” jelas Yeka.
Selanjutnya, Menko Bidang Perekonomian diminta mengoordinasikan penyusunan Rencana Pangan Nasional dalam bentuk Peraturan Pemerintah, khususnya terkait perencanaan tatakelola CBP serta memastikan penyederhanaan skema pembiayaan CBP menjadi lebih efektif dan efisien dengan tetap mengedepankan prinsip akuntabilitas.
Kepada Menteri Pertanian, Ombudsman meminta langkah perbaikan di antaranya menerbitkan surat penetapan besaran jumlah CBP sebagaimana amanat Pasal 4 Perpres 48 Tahun 2016 tentangPenugasan Perum Bulog dalam rangka Ketahanan Pangan Nasional.
Kemudian juga melaksanakan optimalisasi dalam implementasi Permentan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Komando Strategi Penggilingan Padi, melalui pemberian bantuan sarana pengeringan padi dan/atau penggilingan padi.
Ombudsman juga meminta Menteri Pertanian untuk merevisi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38/PERMENTAN/KN.130/8/2018 dengan memuat ketentuan terkait kepastian waktu pelepasan stok Cadangan Beras Pemerintah dalam rangka pencegahan beras turun mutu.
Kemudian, kepada Menteri Perdagangan RI Ombudsman meminta dilaksanakan evaluasi terhadap implementasi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57/M-DAG/PER/8/2017 tentang Harga Eceran Tertinggi Beras sebagai instrumen stabilitas harga beras.
“Langkah perbaikan selanjutnya adalah agar Menteri Perdagangan melakukan evaluasi terhadap metode pengambilan data harga beras yang dipantau oleh Kementerian Perdagangan, untuk data yang lebih akurat, ” imbuh Yeka.
Ombudsman juga meminta Direktur Utama Perum Bulog untuk melakukan langkah perbaikan di antaranya agar melakukan evaluasi dan pengawasan dalam pelaksanaan SOP Pengelolaan Hama Gudang Terpadu sehingga dapat mencegah terjadinya penurunan mutu beras.
Kedua, melakukan evaluasi pada sistem pendataan CBP, perbaikan dan mengintegrasikan data pengadaan dan penyaluran CBP, dengan data neraca stok. Ketiga, menyusun perencanaan revitalisasi sistem pengadaan CBP dalam Negeri dan sistem pergudangan Perum Bulog yang modern dan akuntabel berbasis teknologi informasi.
“Dengan diserahkannya LAHP ini oleh Ombudsman RI, maka Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, dan Direktur Perum Bulog wajib melaksanakan langkah perbaikan yang diberikan Ombudsman RI. Adapun sesuai peraturan perundangan, Ombudsman meminta kepada para pihak untuk mulai merencanakan upaya pelaksanaan langkah perbaikan dan melaporkan setiap perkembangannya kepada Ombudsman RI dalam kurun waktu 30 hari kerja, ” tutup Yeka.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyampaikan rasa terima kasih dan apresiasi atas langkah Ombudsman melakukan investigasi atas prakarsa sendiri mengenai tata kelola Cadangan Beras Pemerintah.
“Mengenai harga eceran terendah ini masalah yang delicate karena menyangkut masyarakat banyak, terdapat dinamika-dinamika di masyarakat yang menjadi pertimbangan. Terima kasih atas kerja sama dengan Ombudsman RI, kita akan jadikan masukan-masukan ini untuk memperbaiki ketahanan pangan di Indonesia, ” ujar M. Lutfi dalam sambutannya.
Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso menyatakan dukungannya atas saran perbaikan yang disampaikan Ombudsman RI.
“Kami mendukung langkah yang diambil Ombudsman, kami terus melakukan perbaikan infrastuktur untuk lebih menjaga kualitas beras cadangan pemerintah. Terima kasih kepada Ombudsman, kerja sama ini kami harapkan terus berlanjut, dan kami selalu terbuka terhadap koreksi, apalagi masalah ketahanan pangan, ” ujarnya.Plt.
Kepala Badan Ketahanan Pangan, Sarwo Edhy menyampaikan, bahwa cadangan beras sampai dengan bulan Desember 2021 itu diperkirakan mencapai 38, 16 juta ton berasal dari panen dalamnegeri sebanyak 30, 77 juta ton ditambah stok awal tahun 7, 39 ton, sedangkan kebutuhan beras 230 juta jiwa penduduk sebanyak 29, 66 juta ton.
“Jadi cadangan beras kita sampai Desember 2021 masih ada sekitar 8, 51 juta ton. Kami mendorong petani untuk menanam dengan memberikan fasilitasi berupa bantuan benih, pupuk, alat mesin pertanian juga kita fasilitasi dalam bentuk gabunga kelompok tani, ” ujarnya.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud menyampaikan pihaknya terus berupaya melakukan evaluasi kebijakan pangan. Dirinya menekankan perlunya kebijakan yang dapat menjaga stok beras dalam negeri.
“Yang pentingbagaimana rakyat kita bisa mengakses pangan utama dengan harga stabil karena saat ini masih dalam masa Pandemi, ” ujarnya. (***)